Letter To Bella

Rabu, Juli 13, 2016


Hai Bella,

Apa kabar? Kamu baik-baik saja kan di situ? Sepertinya sih begitu, bagimu tanpa adanya aku keadaanmu jauh lebih baik bukan?

Aku harap kamu tidak kaget saat membaca coretan dariku ini, sekaget ketika pertama kali dulu aku tahu bahwa selama ini kamu hanyalah seseorang yang hanya memberiku harapan yang kosong. Kedekatan kita yang selama ini yang aku anggap sebagai kedekatan antara dua orang yang saling jatuh cinta, ternyata di matamu hanyalah sebuah kedekatan antara dua orang sahabat setia, tidak lebih.

O iya, ngomong-ngomong tidakkah kamu ingin tahu dengan keadaanku sekarang ini? Hmm... Baiklah, sepertinya aku sudah tahu jawabanmu.

Masih ingatkah kamu pada malam di mana aku harus mendengar jawaban yang sama sekali tidak ingin kudengar darimu itu? Malam di mana tiba-tiba semuanya menjadi berubah jauh dari apa yang sudah aku bayangkan sebelumnya. Asal kamu tahu, aku tak akan pernah bisa lupakan itu. Sampai sekarang, genap sewindu sudah. Waktu memang cepat sekali berlalu ya? Tidak seperti kamu yang masih saja terus setia mengitari pikiranku.

Sewindu, seharusnya waktu yang cukup untuk bisa membuat aku lupa denganmu, atau setidaknya membuat aku bisa melupakan perasaan yang pernah ada untukmu. Tapi tidak, waktu yang berlalu tersebut ternyata tidak pernah sanggup mengajari aku untuk bisa mengerti kenyataan bahwa kamu tak akan pernah bisa untuk membalas semua perasaaanku ataupun mengajariku bagaimana cara agar aku bisa untuk melupakanmu. Entah, mungkin akunya yang terlalu bodoh untuk diajari oleh waktu, atau mungkin malah akunya saja yang memang malas untuk mempelajari cara untuk melupakanmu, dan lebih memilih berharap pada keajaiban yang siapa tahu akan mengubah pikiranmu.

Aku tahu di luar sana banyak perempuan cantik yang melebihimu, kenapa tidak aku cari yang lain saja? Seperti yang pernah kamu sarankan. Tapi masalahnya aku sendiri sampai saat ini tidak mengerti kenapa aku bisa menjadi seperti orang buta begini, yang terlihat di mataku cuma kamu. Lagi pula perempuan cantik di luar sana bukanlah KAMU.

Aku sadar saat setelah kamu tahu isi hatiku yang sebenarnya, kamu sebisa mungkin mencoba untuk membuat jarak denganku. Entah siapa yang salah. Akukah yang salah karena terlalu percaya diri dengan apa yang aku harapkan, atau mungkin waktu dan keadaanlah yang salah karena telah mengubah apa yang tadinya biasa saja menjadi sesuatu yang tidak biasa, atau malah kamu yang salah karena telah begitu besar memberikan aku harapan? Aku tak pernah mengerti mengapa kamu bisa menjadi sebenci ini kepadaku. Yang pasti, aku kira mencintaimu bukanlah sebuah kesalahan, haruskah aku meminta maaf kepadamu agar semua bisa kembali seperti sedia kala?

Sadarkah kita memiliki begitu banyak kesamaan, tapi kenapa kamu tak pernah bisa untuk memiliki perasaan yang sama denganku?

Begitu banyak kebetulan yang ada di dunia ini, tapi kenapa semesta tak pernah menciptakan sebuah kebetulan bahwa kamu juga menyukaiku?

Seandainya saja kamu bisa menjadi aku, seandainya saja kamu bisa merasakan apa yang aku rasakan, seandainya saja apa yang kuandaikan ini nyata. Ah... Seandainya saja aku tak banyak berandai-andai tentang kamu seperti ini, mungkin tak akan pernah aku seperih ini.

Dari sekian banyak pilihan, kenapa tak pernah terlintas di kepalamu untuk menjatuhkan pilihanmu padaku? Kamu curang Bella…

Oke… mungkin aku memang harus sadar, bahwa ternyata dua orang yang pernah begitu dekat tidak selamanya akan berakhir menjadi sebuah pasangan.

Aku begitu mengenalmu. Aku tahu kamu adalah orang yang selalu berpegang teguh pada pendirian. Begitu juga denganku, aku yakin kamu juga sudah hafal betul sifat keras kepalaku. Lantas bagaimana seandainya jika kamu tetap berpegang teguh pada pendirianmu untuk tak membalas perasaanku, dan aku sendiri juga selamanya akan keras kepala dengan keinginanku untuk bisa menjadi seseorang yang memilikimu? Apakah kita selamanya akan terus begini? Haruskah seumur hidup aku hanya bisa memimpikanmu? Sedangkan kamu sendiri begitu nyata.

Aku menyayangimu dengan harapan kamu juga bisa menyayangiku. Bukan seperti ini, aku berikan sayangku padamu namun sayang, kamu tak pernah bisa untuk membalas kasih sayangku.

Selama ini aku mencoba untuk memperbaiki diriku sendiri dengan tujuan agar kamu bisa melihatku di sini. Aku mencoba mengubah apa yang bisa aku ubah agar bisa menjadi orang yang kamu inginkan, agar bisa kamu bisa menerimaku. Namun seakan semunya tak berarti apa-apa. Entah harus apalagi yang harus kulakukan agar kamu bisa kembali menoleh ke arahku?

Saat pertama aku menemukanmu, entah mengapa aku begitu yakin bahwa kamulah orang yang selama ini aku cari, orang yang kelak akan menjadi pendamping seumur hidupku. Namun sayang, pada akhirnya aku sadar, ternyata kamu bukanlah orang yang ditakdirkan oleh Tuhan untuk menjadi milikku, kamu hanyalah orang yang ditakdirkan oleh Tuhan hanya untuk melintasi kehidupanku, bukan untuk menjadi pendamping.

Baiklah… tak apa jika ternyata kita tak berjodoh di kehidupan ini. Tapi di kehidupan kedua nanti, bersediakah kamu untuk menjadi pasanganku, Bella?

*Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi menulis #CintaDalamKata IDNtimes.com

Baca juga

0 komentar

Featured Post

Catatan Hati Seorang Pengendara Sepeda Motor

Hampir lima tahun sudah saya menjadi pengguna setia jalanan di Jakarta, hampir lima tahun juga saya mulai membiasakan diri untuk menik...

Like us on Facebook

Ads