Dear Adik-Adik Yang Baru Selesai Ujian Nasional

Jumat, Mei 15, 2015


Dear adik-adik yang kemarin baru saja selesai Ujian Nasional,

Gimana ujiannya kemarin? Bisa kan? Nyonteknya?

Mungkin sebelum hari ini kalian sedang merasa lega sekaligus harap-harap cemas. Jika minggu-minggu kemarin kalian sempet deg-degan, mungkin dalam beberapa minggu sebelum hari ini deg-degan kalian lebih berasa 2 kali lipat untuk menunggu pengumuman. Saya juga dulu pernah merasakan hal yang sama kok seperti kalian 7 tahun yang lalu.

Buat mereka-mereka yang merasa pintar, mungkin tidak akan terlalu ambil pusing menunggu pengumuman hasil ujian. Tapi bagaimana nasibnya dengan orang-orang yang merasa tidak pintar dan penasaran? Menunggu pengumuman hasil ujian rasanya seperti menunggu bisul pecah. Mau nggak mau harus bersabar, meskipun prosesnya rasanya nggak enak banget.

Sebenernya saya termasuk pelajar yang biasa-biasa saja, dibilang pintar aja belum, bodoh juga nggak. Tapi saya bersyukur sejak Sekolah Dasar saya selalu menduduki peringkat 3 besar. Mungkin itulah yang membuat banyak orang yang berpendapat bahwa saya itu pintar, tapi saya belum berani untuk mengiyakan mereka. Saya pikir seseorang baru pantas masuk dalam kategori orang pintar kalo sudah pernah menjadi juara kelas, punya banyak prestasi di bidang akademis, dan bisa sekolah gratis hanya dengan modal kepintaran doang. Dan saya belum pernah mengalami itu semua. Mungkin saya hanya kebetulan cerdas (hahaha...) dan banyak referensi saja. O iya, FYI, pintar dan cerdas itu beda lho...

Ngomong-ngomong, meskipun saya termasuk orang yang cerdas dan banyak referensi, tapi saya tidak termasuk orang yang beruntung. Sebab, pada 14 Juni 2008 saya harus menerima kenyataan yang cukup pahit. Saya termasuk dari 4 pelajar yang TIDAK LULUS di sekolah saya.

Banyak teman yang merasa shock saat mendengar kabar tersebut, terlebih saya sendiri. Agak susah untuk percaya pada kenyataan. Rasanya pada detik tersebut perasaan saya menjadi abstrak. Susah untuk dijelaskan dengan kata-kata. Intinya sih amburadul.

Beruntung saya memiliki teman-teman yang sangat baik. Saat saya sedang terjatuh mereka sangat semangat untuk memberikan saya semangat untuk tetap bangkit. Sayangnya, hanya secuil usaha mereka yang berhasil, sisanya saya anggap gagal. Saya pikir, orang lain tidak akan pernah benar-benar mengerti apa yang sedang kita rasakan sebelum orang tersebut benar-benar berada di posisi yang sama seperti yang sedang kita alami.

Meski saya sudah menghibur diri dengan mendengarkan petuah-petuah mereka, tapi rasa kecewa yang saya rasakan tetap ada dan sulit untuk tertutupi. Quotes sedahsyat apapun tidak akan berarti apa-apa jika keluar dari orang yang belum pernah merasakan gagal. Rasanya agak aneh ketika seseorang yang belum pernah merasakan kegagalan memberikan motivasi kepada orang-orang yang gagal. Asli ini aneh. Bukankah sok tau itu namanya? Okelah... Mungkin orang tersebut tau kiat-kiat untuk menjadi orang yang tidak gagal, tapi belum tentu orang tersebut tau bagaimana rasanya menjadi seorang yang gagal.

Kamu beruntung jika kamu sedang membaca tulisan ini, sebuah tulisan yang ditulis oleh orang yang pernah gagal dalam ujian. Meskipun agak terkesan menggurui, setidaknya tulisan ini tidak berawal dari sebuah kesotoyan (seperti tulisan saya yang lain).

Jika seandainya kalian termasuk orang yang tidak beruntung seperti saya, kalian boleh kok menangis dan bersedih. Itu hak kalian untuk melampiaskan kekecewaan. Itu tandanya kamu punya rasa malu dan tanggung jawab yang besar. Sebab rasa malu dan tanggung jawab itulah yang membuat kamu bersedih, kamu merasa gagal untuk membuat orang-orang yang kamu sayangi dan menyayangi kamu bangga, kamu juga merasa gagal untuk tidak membuat orang-orang yang kamu sayangi dan menyayangi kamu tidak kecewa.

Saya sendiri saat pertama kali mendengar kabar bahwa saya adalah termasuk orang yang tidak lulus ujian, rasanya waktu seperti berhenti mendadak. Dan kamu tau rasanya? Mungkin rasanya hampir seperti saat kalian naik angkot yang lagi ngebut dan kemudian direm mendadak oleh supir. Selain kaget, hal ini tentu akan menimbulkan guncangan pada apapun benda yang berada di atasnya, termasuk juga kita sebagai penumpangnya. Begitu juga dengan saya, saat waktu terasa berhenti mendadak, saya merasa guncangan tersebut begitu hebat sehingga memporakporandakan perasaan saya. Dalam perasaan yang serba kacau, saya berusaha untuk bersembunyi di balik keceriaan palsu. Saya pikir saya harus tetap menyelesaikan sisa hari itu. Sebab, bisa jadi hari itu tak akan pernah terulang kembali kapanpun. Dengan sisa-sisa ketegaran yang masih berceceran, saya lanjutkan hari itu dengan bersenang-senang bersama teman-teman lain yang tentunya lulus ujian.

Ternyata tidak lulus ujian membuat apa yang apa saya angan-angankan sejak pertama kali masuk ke sekolah lanjutan berubah total. Cita-cita saya dulu sebenernya cukup simple : masuk sekolah lanjutan, keluar dengan nilai yang nggak jelek, lanjut ke kuliah, setelah kuliah selesai saya mencari pekerjaan yang layak, setelah hasil kerja terkumpul saya bikin usaha, setelah saya sukses dengan usaha saya, baru deh nikah. Hehe... simple banget kan?

Saya kira saat saya tidak lulus ujian, masa depan saya akan suram, tidak akan sesuai dengan apa yang saya pernah angan-angankan di awal tadi, saya akan sulit mendapatkan pekerjaan, saya akan sulit mendapatkan pasangan hidup, dan lain-lain. Tapi ternyata semua hanyalah sebatas ketakutan saya saja yang terlalu berlebihan. Kenyataanya meskipun saya pernah TIDAK LULUS UJIAN sekarang saya bisa bekerja satu ruangan dengan orang-orang yang lulus ujian, bahkan orang-orang yang tingkat pendidikannya jauh di atas saya. Saya tetap bisa menikah dengan orang yang sangat saya sayangi dan menyayangi saya.

Percayalah, tidak lulus ujian tidak selalu membawa dampak negatif buat kamu. Ambil contoh saya misalnya. Bayangkan jika saya dulu lulus ujian mungkin tulisan ini tidak akan pernah ada, total pageviews saya tidak akan bertambah satu angka oleh jasa kamu yang saat ini sedang membaca tulisan yang sedang kamu baca ini. Nggak rugi kan?

O iya, saya sendiri gagal dalam mata pelajaran matematika. Sebuah pelajaran yang katanya penuh dengan logika. Sampai saat ini saja saya masih belum tau pasti kapan waktu yang tepat dalam kegiatan sehari-hari yang mengharuskan kita untuk menggunakan rumus phytagoras, trigonometri serta persamaan x dan y. Apakah saat kita menyebrang jalan? Menyapu lantai? Atau ketika kita beli siomay di abang-abang?

Terakhir, saya berpendapat bahwa Ujian Nasional itu sebenarnya tidak lebih dari sekedar semacam proses seleksi doang. Seleksi mana orang yang lulus mana yang tidak. Bukan sebagai penentu mana orang yang pintar mana yang tidak pintar. Toh mereka yang lulus Ujian Nasional belum tentu mereka adalah orang-orang yang pintar, bisa jadi mereka hanyalah orang-orang yang beruntung.

Ujian Nasional juga tidak menjamin menghasilkan produk-produk pendidikan yang bagus. Banyak kok orang-orang terpelajar yang masih susah mencari pekerjaaan. Justru malah orang-orang yang jauh dari bangku pendidikan banyak yang sukses dalam hidupnya. Mungkin kuncinya kalo kamu tidak bisa menjadi orang yang pintar, minimal kamu harus bisa menjadi orang yang kreatif lah. Sebab, dengan sebuah kreatifitas yang kamu miliki tidak menutup kemungkinan kamu bisa untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirimu sendiri, bahkan mungkin juga bagi orang lain.

O iya satu lagi, bahwa lulus ujian dan mendapat ijazah lebih cepat dari orang yang tidak lulus itu bukan jaminan masa depan. Sebenernya ini baru pendadapat saya doang sih, karena sampai detik ini saya sendiri juga masih sibuk berusaha untuk membuktikan kebenaran kalimat tersebut, sebab saat ini saya merasa belum sedang berada di titik di mana dulu saya sebut sebagai masa depan :) Saya belum merasa sukses...

Sekian,

Omet

Baca juga

0 komentar

Featured Post

Catatan Hati Seorang Pengendara Sepeda Motor

Hampir lima tahun sudah saya menjadi pengguna setia jalanan di Jakarta, hampir lima tahun juga saya mulai membiasakan diri untuk menik...

Like us on Facebook

Ads